keraguan itu kembali hadirr..
tapi entah kenapa setiap diri ini ingin melarikan diri dari bayang semu mu, seolah takdir Tuhan berkata lain...
bertahun-tahun aku mencoba lari, namun selalu kau hadir lagi dalam hidup ini.....
dan kini seolah-olah takdir Tuhan berkata aku harus memperjuangkan ini karena kau dan kau pada akhirnya nanti akan seperti ali dan fatimah....
entah itu hanya harapan atau memang maunya Allah seperti itu, aku pun tak tau...
kini.... aku harus menunggu dan berharap bahwa takdir Allah itu akan terjadi padaku..
ataukah aku harus berhenti dan menerima pilihanNy yang lain......
amiroh
Sabtu, 01 November 2014
Jumat, 16 Mei 2014
makalah biaya produksi
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Di dalam dunia ekonomi modern, terutama mengenai makna
biaya dan produksi, menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan yang tidak
bisa dipisahkan layaknya uang keping logam yang memiliki dua muka yang berbeda namun
dalam satu kesatuan.
Seiring dengan berkembangnya ilmu teknologi, ilmu
pengetahuan, dan bertambahnya penduduk, memaksa kebutuhan hidup terus
meningkat. Pada saat ini Kebutuhan hidup tidak bisa diambil langsung dari alam,
akan tetapi harus diolah dahulu dengan cepat, efesien, dan harga terjangkau.
Keadaan ini dimanfaatkan dengan baik oleh sebagian orang untuk memperoleh
keuntungan. Akan tetapi, permintaan pasar berubah-ubah sehingga
menyulitkan perusahaan untuk melakukan kegiatan produksinya, produk apa yang
akan di produksi?. Namun dalam melakukan proses produksi suatu barang,
perusahaan seharusnya memperhatikan beberapa hal sebelum melakukan produksi,
salah satunya kekuatan finansial yang mereka miliki, seperti biaya produksi.
Biaya produksi merupakan proses mengeluarkan pengorbanan yang biasanya dapat
berupa uang atau peralatan, agar produksi dapat dilaksanakan. Selain biaya
produksi, ada biaya-biaya lain yang harus diperhatikan, seperti biaya
admintrasi, biaya keuangan, dan biaya pemasaran. Sedangkan biaya produksi
terbagi menjadi dua berdasarkan yang dikeluarkan yaitu biaya produksi eksplesit
dan implisit. Selain itu biaya produksi dapat dibagi dua pula berdasarkan
jangka yaitu jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam kasus perusahaan besar yang memiliki aset yang
cukup banyak, dalam melakukan proses produksi tentu sudah ada perhitungan yang
matang seperti jumlah variabel, bunga, sewa tanah, gaji pegawai, jumlah produk
yang harus diproduksi supaya memperoleh keuntungan.
Oleh sebab itu kami menulis sebuah makalah yang bertajuk “Biaya Produksi”.
Biaya Produksi merupakan Faktor penting yang harus
diperhatikan ketika suatu perusahaan akan menghasilkan suatu produksi. Hal ini dikarenakan setiap
perusahaan tentu menginginkan keuntungan yang besar dalam setiap usaha produksinya. Oleh karena
itu, diperlukannya suatupemahaman tentang teori-teori biaya produksi agar suatu
perusahaan dapat memperhitungkan biaya-biaya yang akan dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
output barang. Pemahaman teori produksi sangat penting
bagi suatu perusahaan karena perusahaan dapat memperhitungkan biaya-biaya apa
saja yang diperlukan untuk menghasilkan suatu barang serta perusahaan dapat
menentukan harga satuan output barang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Biaya Produksi?
2. Apakah
Analisis Biaya Jangka Pendek?
3. Jelaskan
Hubungan Antara AC dan MC?
4. Apakah
Analisis biaya jangka Panjang?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian biaya produksi
2. Untuk
mengetahui Analisis Biaya Jangka Pendek
3. Untuk
mengetahui hubungan antara AC dan MC
4. Untuk
mengetahui Analisis biaya jangka panjang
1.4 Manfaat
Penulisan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan
kegunaan baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis makalah ini
berguna menjadi penambah wawasan mengenai biaya produksi secara praktisi.
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi penulis maupun pembaca bila suatu saat
berkecimpung di dunia produksi, baik diperusahaan sendiri maupun diperusahaan
lain.
1.5 Prosedur
Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode noninteraktif.
Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara
jelas dan komprehnsif. Data teorits dalam makalah ini dikumpulkan dengan
menggunkan hasil kajian pustaka.
BAB
II
Pembahasan
2.1 Pengertian Biaya Produksi
Biaya produksi adalah semua
pengerluaran yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang
atau jasa. Biaya produksi juga dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh factor-faktor produksi dan
bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang
diproduksikan perusahaan tersebut. Terkait dengan dengan pengertian tersebut
ada beberapa konsep biaya yang perlu diketahui, antara lain:
a.
Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung
Biaya
langsung adalah biaya yang dapat dihitung untuk tiap unit output yang
dihasilkan.
Termasuk biaya langsung misalnya adalah : Biaya untuk membeli bahan baku , biaya tenaga kerja yang langsung menangani produksi.
Adapun biaya tak langsung adalah biaya yang tak bisa dihitung untuk tiap unit produksi yang dihasilkan karena adanya unsur-unsur biaya penggunaan fasilitas bersama (=overhead cost).
Termasuk biaya langsung misalnya adalah : Biaya untuk membeli bahan baku , biaya tenaga kerja yang langsung menangani produksi.
Adapun biaya tak langsung adalah biaya yang tak bisa dihitung untuk tiap unit produksi yang dihasilkan karena adanya unsur-unsur biaya penggunaan fasilitas bersama (=overhead cost).
b.
Biaya Eksplisit dan Biaya Implisit
Biaya
eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik, misalnya berupa uang,
Biaya
Implisit yaitu niali dari input yang dimiliki perusahaan yang digunakan dalam
proses produksi, tetapi tidak sebagai pengeluaran nyata yang dikeluarkan
perusahaan.
c.
Biaya Kesempatan dan Biaya Historis
Biaya kesempatan
(opportunity cost) adalah biaya
melakukan suatu tindakan yang diukur dengan pendapatan yang hilang akibat tidak
melakukan tindakan alternatif. Biaya kesempatan merupakan sebuah konsep yang
berguna untuk mengevaluasi peluang alternatif. Jika Anda memilih alternatif A,
Anda tidak bisa memilih B, C, atau D. Berapa biaya atau kehilangan keuntungan
dari tidak memilih B, C, atau D? Itulah biaya kesempatan A. Dalam kehidupan
pribadi Anda dapat membeli mobil, bukannya mengambil liburan ke Eropa. Biaya
kesempatan membeli mobil adalah hilangnya kenikmatan liburan. Biaya
Historis adalah Suatu ukuran berharga yang digunakan akuntansi di mana harga
suatu asset pada atas sisanya didasarkan pada biaya yang asli atau nominalnya
ketika diperoleh oleh suatu perusahaan.
d.
Biaya Incremental
Biaya Incremental (Incremental cost)
adalah biaya yang timbul akibat adanya pertambahan atau pengurangan output
(biasanya merupakan hasil dari kegiatan produksi/operasi). Incremental cost
juga merupakan biaya yang terjadi sebagai akibat dari suatu keputusan.
Incremental cost diukur dari berubahnya IC karena suatu keputusan. Oleh sebab
itu sifatnya bisa variabel, bisa juga fixed. Contoh: penambahan biaya total
produksi karena keputusan manajemen untuk penambahan tenaga kerja dan bahan
baku.
e.
Biaya Relevan
f.
Biaya Variabel dan Biaya Tetap..
distribusi pendapatan dan kekayaan dalam islam
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Islam sebagai sistem hidup ( way of
life) dan merupakan agama yang universal sebab memuat segala aspek kehidupan
baik yang terkait dengan aspek ekonomi, social, politik dan budaya.seiring
dengan maju pesatnya kajian tentang ekonomi islam dengan mengunakan pendekatan
filsafat dan sebagainya mendorong kepada terbentuknya suatu ekonomi berbasis
keislaman yang terfokus untuk mempelajari masalah- masalah ekonomi rakyat yang
di ilhami oleh nilai- nilai islam. Adapun bidang kajian yang terpenting dalam
perekonomian adalah bidang distribusi. Distribusi menjadi posisi penting dari teori
ekonomi mikro baik dalam sistem ekonomi islam maupun kapitalis sebab pembahasan
dalam distribusi ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka. Tetapi
juga aspek social dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir
ekonomi islam dan konvesional sampai saat ini.
Pada saat ini realita yang nampak adalah telah
terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan dan
kekayaan baik di Negara maju atau
Negara- Negara berkembang yang mempergunakan sistem kapitalis sebagai sistem
ekonomi negaranya, sehingga menciptakan kemiskinan di mana – mana. Menanggapi
kenyataan tersebut islam sebagai agama yang universal diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut dan sekaligus menjadi sistem perekonomian
suatu Negara.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian distribusi,pendapatan
dan kekayaan?
2.
Apakah distribusi pendapatan dalam islam
itu ?
3.
Sebutkan dampak distribusi dalam islam
itu ?
4.
Apa yang menjadi kebijakan distribusi
dalam sistem ekonomi islam ?
5.
Bagaimana pemerataan distribusi
pendapatan dalam islam?
6.
Jelaskan konsep distribusi kekayaan
dalam islam?
7.
Bagaimana larangan menumpuk kekayaan
dalam islam?
8.
Sebutkan Perbedaan Penimbunan/Penumpukkan,
Tabungan (Saving), dan Investasi?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
distribusi,pendapatan dan kekayaan
2.
Untuk mengetahui distribusi pendapatan
dalam islam
3.
Untuk mengetahui dampak distribusi dalam
islam
4.
Mengetahui Apa-apa saja yang menjadi
kebijakan distribusi dalam sistem ekonomi islam
5.
Mengetahui pemerataan distribusi
pendapatan dalam islam
6.
Mengetahui konsep distribusi kekayaan
dalam islam
7.
Mengetahui larangan menumpuk kekayaan
dalam islam
8.
Mengetahui Perbedaan Penimbunan/Penumpukkan,
Tabungan (Saving), dan Investasi
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian distribusi,pendapatan,dan
kekayaan
Distribusi
adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan laba, yang
berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tenaga kerja, modal dan
pengusaha- pengusaha. Dalam proses distribusi penentuan harga yang dipandang
dari si penerima pendapatan dan bukanlah dari sudut si pembayar biaya-biaya,
distribusi juga berarti sinonim untuk pemasaran. Kadang-kadang distribusi
dinamakan sebagai fungsional distribution.
Pendapatan
diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari
penggunaan sumber daya properti manusia. Menurut Winardi (1989), pendapatan
(income), secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil material
lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas.
Dalam pengertian pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah
perusahaan atau individu
Sementara
kekayaan (wealth) diartikan oleh Winardi (1989) sebagai segala sesuatu yang
berguna dan digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti
khusus seperti kekayaan nasional. Sloan dan Zurcher mengartikan kekayaan
sebagai obyek-obyek material, yang ekstern bagi manusia yang bersifat :
berguna, dapat dicapai dan langka. Kebanyakan ahli ekonomi tidak menggolongkan
dalam istilah kekayaan hak milik atas harta kekayaan, misalnya saham, obligasi,
surat hipotik karena dokumen-dokumen tersebut dianggap sebagai bukti hak milik
atas kekayaan, jadi bukan kekayaan itu sendiri.
(Winardi, Kamus Ekonomi,
Bandung: CV. Mandar Maju, 1989, h. 503)
2.2 Distribusi
pendapatan dalam islam
Distribusi
menjadi posisi penting dari teori ekonomi islam karena pembahasan distribusi berkaitan
bukan saja berhubungan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan aspek
politik. Maka distribusi dalam ekonomi islam menjadi perhatian bagi aliran
pemikir ekonomi
islam dan konvensional sampai saat ini. Di lain pihak, keadaan ini berkaitan dengan visi ekonomi di tengah-tengah umat manusia lebih sering mengedepankan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik. Dan hal itu memang tidak bisa di sangkal beberapa aspek normatif yang berkaitan dengn firman Allah dan sabda Rasulullah saw merupakan bagian penting dari misi dakwahnya. Sebenarnya konsep islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, di mana ukuran berdasarkan atas jumlah harta kepemilikan, tetapi bagaimana bisa terdistribusi penggunaan potensi kemanusiannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan.Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang
signifikan kalau tidak ada kesadaran antara sesama manusia akan
kesaamaan hak hidup. Oleh karena itu dalam distribusi pendapatan berhubungan denganbeberapa masalah :
1) Bagaimana mengatur adanya distribusi pendapatan.
2) Apakah distribusi pendapatan yang di lakukan harus mengarah pada
pembentukan masyarakat yang mempunyai pendapatan yang sama.
3) Siapa yang menjamin adanya distribusi pendapatan ini di masyarakat.
Untuk menjawab masalah ini, islam telah menganjurkan untuk mengerjakan
zakat, infaq, dan shadaqah. Kemudian Baitul Mal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain dengan cara memberi bantuan langsung ataupun tidak langsung. Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam islam adalah keadilan atas dasar maslahah; dimana antara satu orang dengan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda,mampu atau tidak mampu saling bisa menyantuni, menghargai dan menghormati peran masing-masing. Semua keadaan diatas akan terealisasi
bila masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah.
islam dan konvensional sampai saat ini. Di lain pihak, keadaan ini berkaitan dengan visi ekonomi di tengah-tengah umat manusia lebih sering mengedepankan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik. Dan hal itu memang tidak bisa di sangkal beberapa aspek normatif yang berkaitan dengn firman Allah dan sabda Rasulullah saw merupakan bagian penting dari misi dakwahnya. Sebenarnya konsep islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, di mana ukuran berdasarkan atas jumlah harta kepemilikan, tetapi bagaimana bisa terdistribusi penggunaan potensi kemanusiannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan.Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang
signifikan kalau tidak ada kesadaran antara sesama manusia akan
kesaamaan hak hidup. Oleh karena itu dalam distribusi pendapatan berhubungan denganbeberapa masalah :
1) Bagaimana mengatur adanya distribusi pendapatan.
2) Apakah distribusi pendapatan yang di lakukan harus mengarah pada
pembentukan masyarakat yang mempunyai pendapatan yang sama.
3) Siapa yang menjamin adanya distribusi pendapatan ini di masyarakat.
Untuk menjawab masalah ini, islam telah menganjurkan untuk mengerjakan
zakat, infaq, dan shadaqah. Kemudian Baitul Mal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain dengan cara memberi bantuan langsung ataupun tidak langsung. Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam islam adalah keadilan atas dasar maslahah; dimana antara satu orang dengan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda,mampu atau tidak mampu saling bisa menyantuni, menghargai dan menghormati peran masing-masing. Semua keadaan diatas akan terealisasi
bila masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah.
2.3 Dampak
distribusi dalam islam
Distribusi
pendapatan merupakan bagian yang penting dalam membentuk kesejahteraan. Dampak
dari distribusi pendapatan bukan saja pada aspek ekonomi tetapi juga aspek
sosial dan politik. Oleh karena itu islam memberi perhatian lebih terhadap
distribusi pendapatan dalam
masyarakat. Maka islam memperhatikan berbagai sisi dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam dalam jual-beli, hutang piutang, dan sebagainya. Dampak yang di timbulkan dari distribusi pendapatan yang di dasarkan atas konsep islam;
1) Dalam konsep islam perilaku distribusi pendapatan dalam masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada Allah, oleh karena itu, distribusi dalam islam akan menciptakan kehidupan yang saling menghargai dan menghormati
antara satu dengan yang lain tidak akan sempurna eksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain. Tidak ada upaya utuk membatasi optimalisasi distribusi pendapatan di dalam masyarakat dengan perbuatan-perbuatan tercela, manipulasi, korupsi, spekulasi, dan sebagainya sehingga timbul ketakutan, ketidakpercayaan, dan kecurigaan antara satu dengan yang lainnya.
2) Seorang muslim akan menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-barang yang merusak masyarakat misalnya minuman keras, obat terlarang, pembajakan, dan sebagainya sebagai media distribusi. Dalam islam distribusi tidak hanya di dasarkan optimalisasi dampak barang tersebuat terhadap kemampuan orang tetapi pengaruh barang tersebut terhadap perilaku masyarakat yang mengkonsumsinya.
3) Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan kelompok, atau golongan apalagi perorangan. Oleh karena itu sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan sampai jatuh di tangan orang yang mempunyai visi kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan pribadi.
4) Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas publik yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti ; sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan,jembatan dan sebagainya. Sarana tersebut sebagai bentuk soft distribution yang di gunakan untuk mengoptimalkan sumber daya yang berkaitan. Misalnya, sekolah akan mencetak manusia yang pandai sehingga bisa memikirkan yang terbaik dari keadaan umat manusia, rumah sakit menciptakan orang sehat sehingga bisa bekerja dengan baik,
lapangan kerja mengurangi angka kriminalitas dan ketakutan dan sebagainya.
masyarakat. Maka islam memperhatikan berbagai sisi dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam dalam jual-beli, hutang piutang, dan sebagainya. Dampak yang di timbulkan dari distribusi pendapatan yang di dasarkan atas konsep islam;
1) Dalam konsep islam perilaku distribusi pendapatan dalam masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada Allah, oleh karena itu, distribusi dalam islam akan menciptakan kehidupan yang saling menghargai dan menghormati
antara satu dengan yang lain tidak akan sempurna eksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain. Tidak ada upaya utuk membatasi optimalisasi distribusi pendapatan di dalam masyarakat dengan perbuatan-perbuatan tercela, manipulasi, korupsi, spekulasi, dan sebagainya sehingga timbul ketakutan, ketidakpercayaan, dan kecurigaan antara satu dengan yang lainnya.
2) Seorang muslim akan menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-barang yang merusak masyarakat misalnya minuman keras, obat terlarang, pembajakan, dan sebagainya sebagai media distribusi. Dalam islam distribusi tidak hanya di dasarkan optimalisasi dampak barang tersebuat terhadap kemampuan orang tetapi pengaruh barang tersebut terhadap perilaku masyarakat yang mengkonsumsinya.
3) Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan kelompok, atau golongan apalagi perorangan. Oleh karena itu sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan sampai jatuh di tangan orang yang mempunyai visi kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan pribadi.
4) Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas publik yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti ; sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan,jembatan dan sebagainya. Sarana tersebut sebagai bentuk soft distribution yang di gunakan untuk mengoptimalkan sumber daya yang berkaitan. Misalnya, sekolah akan mencetak manusia yang pandai sehingga bisa memikirkan yang terbaik dari keadaan umat manusia, rumah sakit menciptakan orang sehat sehingga bisa bekerja dengan baik,
lapangan kerja mengurangi angka kriminalitas dan ketakutan dan sebagainya.
2.4 Kebijakan
distribusi dalam sistem ekonomi islam
Sistem
ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang lahir dari sistem sosial islami
yang diharapkan dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang
ada. Dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kemaslahatan dan keadilan
dalam ekonomi umat.
Kebijakan distribusi dalam Sistem ekonomi Islam menjunjung tinggi nilai keadilan yang didasarkan pada konsep distribusi dalam al-Qur’an surah al-Hashr “agar kekayaan tidak terkumpul hanya pada satu kelompok saja.” ayat tersebut bermaksud untuk menegaskan bahwa harta benda hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia.Harta benda harus beredar di masyarakat sehingga dapat dinikmati oleh semua anggota masyarakat dengan tetap mengakui hak kepemilikan dan melarang monopoli, karena sejak awal Islam menetapkan bahwa harta memiliki fungsi sosial. ekonomi Islam tidak membenarkan penumpukan kekayaan hanya pada orang-orang tertentu atau kelompok tertentu.Bahkan menggariskan prinsip keadilan dan persaudaraan (kasih sayang) pada konsep distribusinya. Pengelolaan kekayaan tidak dibenarkan hanya berpihak pada golongan atau sekelompok orang tertentu tetapi juga harus tersebar ke seluruh masyarakat. Sebaliknya Islam pun tidak memaksa semua individu diletakkan pada tingkat ekonomi yang sama. Agar kebijakan yang ditawarkan ekonomi Islam dapat berjalan dengan baik,maka diperlukan seperangkat aturan yang menjadi prinsip dalam proses distribusi dan institusi yang berperan dalam menciptakan keadilan
distribusi;
Kebijakan distribusi dalam Sistem ekonomi Islam menjunjung tinggi nilai keadilan yang didasarkan pada konsep distribusi dalam al-Qur’an surah al-Hashr “agar kekayaan tidak terkumpul hanya pada satu kelompok saja.” ayat tersebut bermaksud untuk menegaskan bahwa harta benda hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia.Harta benda harus beredar di masyarakat sehingga dapat dinikmati oleh semua anggota masyarakat dengan tetap mengakui hak kepemilikan dan melarang monopoli, karena sejak awal Islam menetapkan bahwa harta memiliki fungsi sosial. ekonomi Islam tidak membenarkan penumpukan kekayaan hanya pada orang-orang tertentu atau kelompok tertentu.Bahkan menggariskan prinsip keadilan dan persaudaraan (kasih sayang) pada konsep distribusinya. Pengelolaan kekayaan tidak dibenarkan hanya berpihak pada golongan atau sekelompok orang tertentu tetapi juga harus tersebar ke seluruh masyarakat. Sebaliknya Islam pun tidak memaksa semua individu diletakkan pada tingkat ekonomi yang sama. Agar kebijakan yang ditawarkan ekonomi Islam dapat berjalan dengan baik,maka diperlukan seperangkat aturan yang menjadi prinsip dalam proses distribusi dan institusi yang berperan dalam menciptakan keadilan
distribusi;
1.Prinsip
Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam
Ada beberapa prinsip
yang mendasari proses distribusi dalam ekonomi Islam yang terlahir dari al-Qur’an
surah al-Hashr: sebagaimana dikemukakan sebelumnya, yakni: Larangan Riba
Dalam al-Qur’an kata riba digunakan dengan bermacam-macam arti, seperti tumbuh, tambah, menyuburkan, mengembangkan serta menjadi besar dan banyak. Secara umum riba berarti bertambah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Menurut etimologi, kata al-riba> bermakna za>da wa nama> yang berarti bertambah dan tumbuh, sedangkan secara terminology riba definisikan sebagai melebihkan keuntungan dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli, atau pertukaran barang sejenisnya dengan tanpa memberikan imbalan atas kelebihan tersebut.Pelarangan riba merupakan permasalahan penting dalam ekonomi Islam,terutama karena riba secara jelas dilarang dalam al-Qur’an. Jika dihubungkan dengan masalah distribusi, maka riba dapat mempengaruhi meningkatnya dua masalah dalam distribusi,yakni:petama, berhubungan dengan distribusi pendapatan antara bankir dan masyarakat secara umum,serta nasabah secara khusus dalam kaitannya dengan bunga bank.Termasuk di dalamnya antara investor dan penabung. Ini membuktikan bahwa Islam tidak menginginkan terjadinya eksploitasi sosial dalam
berbagai bentuk hubungan finansial yang tidak adil dan seimbang.Terutama ketika pemilik modal dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya kepada orang lain yang tidak memiliki kemampuan finansial tanpa mempertimbangkan aspek moral dan keadilan, sehingga tidak tercipta hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Masalah kedua yang akan timbul adalah berhubungan dengan distribusi pendapatan antar berbagai kelompok di masyarakat, di antaranya para pekerja dan pengangguran yang secara riil tidak bekerja, namun memiliki dana, maka dengan riba pengangguran tersebut akan mendapatkan pendapatan dari bekerjanya para pekerja. Dalam pengertian lain, pengangguran tipe ini tidak mendapatkan pendapatan karena ia bekerja, namun mendapat pendapatan karena hartanya yang bekerja.
Keadilan Dalam Distribusi
keadilan dalam distribusi merupakan satu kondisi yang tidak memihak pada salah satu pihak atau golongan tertentu dalam ekonomi, sehingga menciptakan keadilan merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindari dalam ekonomi Islam. Keadilan dalam distribusi diartikan sebagai suatu
distribusi pendapatan dan kekayaan, secara adil sesuai dengan norma-norma fairness yang diterima secara universal. Sedangkan keadaan sosial yang benar ialah keadaan yang memprioritaskan kesejajaran yang ditandai dengan tingkat kesejajaran pendapatan (kekayaan) yang tinggi dalam sistem sosial. Pemahaman distribusi secara adil dalam konteks syariah bukanlah distribusi yang ditawarkan sosialis dengan sama ratanya dan kapitalisme dengan sistem pajak progresifnya. Namun keadilan distribusi yang dimaksud ialah keadilan distribusi yang
dituntun oleh nilai syariah. Tidak bisa dihindari bahwa keadilan dalam distribusi membutuhkan satu kondisi yang dapat menjamin terciptanya kesempatan yang sama pada setiap orang di Indonesia untuk berusaha mencapai apa yang diinginkan dengan kemampuan, namun tidak menuntut kesamaan hasil dari peroses tersebut. Tidak membenarkan perbedaan kekayaan yang melampaui batas kewajaran serta mempertahankannya dalam batasan-batasan yang wajar. Upaya tersebut dilakukan dengan tidak hanya mengandalkan mekanisme pasar yang selama ini dijalankan dalam proses distribusi pendapatan dan kesejahteraan di Indonesia, tetapi juga dilakukan dengan mengaplikasikan mekanisme redistribusi yang telah digariskan syariah, seperti adanya instrumen zakat yang merupakan salah satu sarana mewujudkan keadilan distribusi. Keadilan distribusi dalam ekonomi Islam memiliki tujuan, yakni agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian kecil masyarakat tetapi selalu beredar dalam masyarakat. Keadilan distribusi menjamin terciptanya pembagian yang adil dalam kemakmuran, sehingga memberikan konstribusi ke arah kehidupan yang lebih baik. Muhammad Shyarif Chaudhry mengemukakan
bahwa distribusi ekonomi penting dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan di masyarakat sebagai bagian dari komitmen persaudaraan dan umat. Untuk menciptakan distribusi yang adil dapat dilakukan dengan merealisasikan hal-hal yang telah ditetapkan dalam Islam
seperti zakat, wakaf, waris dan lain sebagainya.
Mengakui kepemilikan Pribadi
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi terhadap harta benda, dan membenarkan pemilikan harta yang dilakukan dengan cara yang halal merupakan bagian dari motivasi manusia untuk berusaha memperjuangkan kesejahteraan dirinya dan memakmurkan bumi, sebagaimana kewajiban bagi seorang khalifah. Sebalikanya, tidak membenarkan penggunaan harta pribadinya sebebas-bebasnya tanpa batas dan sekehendak hatinya.
Kepemilikan terhadap harta tidak menutup kewajiban untuk tidak melupakan hakhak orang miskin yang terdapat pada harta tersebut.Dengan menyadari bahwa dalam harta yang dimiliki terdapat hak orang lain, secara langsung membuka hubungan horisontal dan mempersempit jurang pemisah di tengah-tengah masyarakat antara si kaya dan si miskin. Bahkan jika dilihat lebih jauh, maka sesungguhnya pemilik harta merupakan pemegang amanah Allah karena semua kekayaan dan harta benda pada dasarnya milik Allah dan manusia memegangnya hanya sebagai
suatu amanah yang akan dimintai pertanggung jawabannya atas harta benda tersebut. Jika kesadaran tersebut telah tumbuh, maka secara langsung akan membentuk pribadi yang tidak hanya berpikir menciptakan kesejahteraan individual, tetapi juga bertanggung jawab terhadap
terciptanya kesejahteraan pada lingkungan sosial. Pengakuan Islam terhadap hak milik individu diperkuat dengan jaminan keselamatan harta dengan memberikan hukuman yang keras terhadap pelaku pencurian, perampokan dan pemaksaan kepemilikan yang tidak dibenarkan, serta
membenarkan pemindahan kepemilikan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariah sesuai dengan tujuan akad yang dilakukan.
Larangan menumpuk harta
Islam membenarkan hak milik pribadi, namun tidak membenarkan penumpukan harta benda pribadi sampai batas-batas yang dapat merusak fondasi sosial Islam. Penumpukan harta berlebihan jelas bertentangan dengan kepentingan umum yang berimbas pada rusaknya sistem social dengan munculnya klas-klas yang mementingkan kepentingan pribadi. Disamping itu, penumpukan harta berlebihan dapat melemahkan daya beli masyarakat dan menghambat mekanisme pasar bekerja secara adil. Apabila terjadi yang demikian, maka pemerintah dibenarkan, dengan kekuasaannya, untuk mengambil secara paksa harta tersebut demi
kepentingan masyarakat. Kebijakan membatasi harta pribadi dapat dibenarkan dan dilakukan untuk menjamin terciptanya kondisi social yang sehat dan terwujudnya landasan keadilan distribusi di masyarakat.
Dalam al-Qur’an kata riba digunakan dengan bermacam-macam arti, seperti tumbuh, tambah, menyuburkan, mengembangkan serta menjadi besar dan banyak. Secara umum riba berarti bertambah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Menurut etimologi, kata al-riba> bermakna za>da wa nama> yang berarti bertambah dan tumbuh, sedangkan secara terminology riba definisikan sebagai melebihkan keuntungan dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli, atau pertukaran barang sejenisnya dengan tanpa memberikan imbalan atas kelebihan tersebut.Pelarangan riba merupakan permasalahan penting dalam ekonomi Islam,terutama karena riba secara jelas dilarang dalam al-Qur’an. Jika dihubungkan dengan masalah distribusi, maka riba dapat mempengaruhi meningkatnya dua masalah dalam distribusi,yakni:petama, berhubungan dengan distribusi pendapatan antara bankir dan masyarakat secara umum,serta nasabah secara khusus dalam kaitannya dengan bunga bank.Termasuk di dalamnya antara investor dan penabung. Ini membuktikan bahwa Islam tidak menginginkan terjadinya eksploitasi sosial dalam
berbagai bentuk hubungan finansial yang tidak adil dan seimbang.Terutama ketika pemilik modal dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya kepada orang lain yang tidak memiliki kemampuan finansial tanpa mempertimbangkan aspek moral dan keadilan, sehingga tidak tercipta hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Masalah kedua yang akan timbul adalah berhubungan dengan distribusi pendapatan antar berbagai kelompok di masyarakat, di antaranya para pekerja dan pengangguran yang secara riil tidak bekerja, namun memiliki dana, maka dengan riba pengangguran tersebut akan mendapatkan pendapatan dari bekerjanya para pekerja. Dalam pengertian lain, pengangguran tipe ini tidak mendapatkan pendapatan karena ia bekerja, namun mendapat pendapatan karena hartanya yang bekerja.
Keadilan Dalam Distribusi
keadilan dalam distribusi merupakan satu kondisi yang tidak memihak pada salah satu pihak atau golongan tertentu dalam ekonomi, sehingga menciptakan keadilan merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindari dalam ekonomi Islam. Keadilan dalam distribusi diartikan sebagai suatu
distribusi pendapatan dan kekayaan, secara adil sesuai dengan norma-norma fairness yang diterima secara universal. Sedangkan keadaan sosial yang benar ialah keadaan yang memprioritaskan kesejajaran yang ditandai dengan tingkat kesejajaran pendapatan (kekayaan) yang tinggi dalam sistem sosial. Pemahaman distribusi secara adil dalam konteks syariah bukanlah distribusi yang ditawarkan sosialis dengan sama ratanya dan kapitalisme dengan sistem pajak progresifnya. Namun keadilan distribusi yang dimaksud ialah keadilan distribusi yang
dituntun oleh nilai syariah. Tidak bisa dihindari bahwa keadilan dalam distribusi membutuhkan satu kondisi yang dapat menjamin terciptanya kesempatan yang sama pada setiap orang di Indonesia untuk berusaha mencapai apa yang diinginkan dengan kemampuan, namun tidak menuntut kesamaan hasil dari peroses tersebut. Tidak membenarkan perbedaan kekayaan yang melampaui batas kewajaran serta mempertahankannya dalam batasan-batasan yang wajar. Upaya tersebut dilakukan dengan tidak hanya mengandalkan mekanisme pasar yang selama ini dijalankan dalam proses distribusi pendapatan dan kesejahteraan di Indonesia, tetapi juga dilakukan dengan mengaplikasikan mekanisme redistribusi yang telah digariskan syariah, seperti adanya instrumen zakat yang merupakan salah satu sarana mewujudkan keadilan distribusi. Keadilan distribusi dalam ekonomi Islam memiliki tujuan, yakni agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian kecil masyarakat tetapi selalu beredar dalam masyarakat. Keadilan distribusi menjamin terciptanya pembagian yang adil dalam kemakmuran, sehingga memberikan konstribusi ke arah kehidupan yang lebih baik. Muhammad Shyarif Chaudhry mengemukakan
bahwa distribusi ekonomi penting dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan di masyarakat sebagai bagian dari komitmen persaudaraan dan umat. Untuk menciptakan distribusi yang adil dapat dilakukan dengan merealisasikan hal-hal yang telah ditetapkan dalam Islam
seperti zakat, wakaf, waris dan lain sebagainya.
Mengakui kepemilikan Pribadi
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi terhadap harta benda, dan membenarkan pemilikan harta yang dilakukan dengan cara yang halal merupakan bagian dari motivasi manusia untuk berusaha memperjuangkan kesejahteraan dirinya dan memakmurkan bumi, sebagaimana kewajiban bagi seorang khalifah. Sebalikanya, tidak membenarkan penggunaan harta pribadinya sebebas-bebasnya tanpa batas dan sekehendak hatinya.
Kepemilikan terhadap harta tidak menutup kewajiban untuk tidak melupakan hakhak orang miskin yang terdapat pada harta tersebut.Dengan menyadari bahwa dalam harta yang dimiliki terdapat hak orang lain, secara langsung membuka hubungan horisontal dan mempersempit jurang pemisah di tengah-tengah masyarakat antara si kaya dan si miskin. Bahkan jika dilihat lebih jauh, maka sesungguhnya pemilik harta merupakan pemegang amanah Allah karena semua kekayaan dan harta benda pada dasarnya milik Allah dan manusia memegangnya hanya sebagai
suatu amanah yang akan dimintai pertanggung jawabannya atas harta benda tersebut. Jika kesadaran tersebut telah tumbuh, maka secara langsung akan membentuk pribadi yang tidak hanya berpikir menciptakan kesejahteraan individual, tetapi juga bertanggung jawab terhadap
terciptanya kesejahteraan pada lingkungan sosial. Pengakuan Islam terhadap hak milik individu diperkuat dengan jaminan keselamatan harta dengan memberikan hukuman yang keras terhadap pelaku pencurian, perampokan dan pemaksaan kepemilikan yang tidak dibenarkan, serta
membenarkan pemindahan kepemilikan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariah sesuai dengan tujuan akad yang dilakukan.
Larangan menumpuk harta
Islam membenarkan hak milik pribadi, namun tidak membenarkan penumpukan harta benda pribadi sampai batas-batas yang dapat merusak fondasi sosial Islam. Penumpukan harta berlebihan jelas bertentangan dengan kepentingan umum yang berimbas pada rusaknya sistem social dengan munculnya klas-klas yang mementingkan kepentingan pribadi. Disamping itu, penumpukan harta berlebihan dapat melemahkan daya beli masyarakat dan menghambat mekanisme pasar bekerja secara adil. Apabila terjadi yang demikian, maka pemerintah dibenarkan, dengan kekuasaannya, untuk mengambil secara paksa harta tersebut demi
kepentingan masyarakat. Kebijakan membatasi harta pribadi dapat dibenarkan dan dilakukan untuk menjamin terciptanya kondisi social yang sehat dan terwujudnya landasan keadilan distribusi di masyarakat.
2.5 Pemerataan
distribusi pendapatan dalam islam
Sekelompok
pemikir berpandangan bahwa seseorang individu seharusnya memiliki kebebasan
sepenuhnya supaya bisa menghasilkan sejumlah kekayaan yang maksimum dengan mengunakan
kemampuan yang dia miliki. Membatasi hak individu atas hartanya dengan
memberikan pembagian harta yang tidak adil. Sementara pemikir lain berpendapat
bahwa kebebasan secara individual tetap akan berbahaya bagi kemaslahatan
masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta yang dimilikinya sebaiknya
di hapuskan dan semua wewenang dipercayakan kepada masyarakat agar supaya dapat
mempertahankan persamaan ekonomi di dalam masyarakat.
Bertolak
dari kedua pendapat maka berdirilah ekonomi islam yang mengambil jalan tengah
yaitu membantu dalam menegakkan suatu system yang adil dan merata System ini
tidak memberikan kebebasan dan hak atas milik pribadi secara individual dalam
bidang produksi, tidak pula mengikat mereka dengan satu system pemerataan ekonomi
yang seolah- olah tidak boleh memiliki kekayaan secara bebas . prinsip utama
dari system ini adalah peningkatan dan pembagian hasil kekayaan agar sirkulasi
kekayaan dapat ditingkatkan, yang mengarah pada pembagian kekayaan yang merata
di berbagai kalangan masyarakat yang berbeda dan tidak hanya berfokus pada
beberapa golongan tertentu untuk itu islam memberikan prinsip dasar
distribusi pendapatan dan kekayaan yang
terdapat pada Al – Qur’an surat Al Hasyr dalam ayat:
“
Apa saja harta rampasan (fa’I) yang di berikan allah pada rasulnya yang
berasal dari penduduk kota – kota maka allah dan rasul . . . . . supaya harta
itu jangan hanya beredar di kalangan orang- orang kaya saja di antaramu.
(Al Hasyr: 7)
Dari
ayat diatas menunjukkan bahwa islam mengatur distribusi harta kekayaan termasuk
pendapatan kepada semua masyarakat dan tidak menjadi komoditas di antara
golongan orang kaya saja. Selain itu untuk mencapai pemerataan pendapatan
kepada masyarakat secara obyektif, islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada
masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infak, serta adanya
hokum waris dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi
konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar
tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memberikan
latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.
2.6 Konsep
distribusi kekayaan dalam islam
Dalam
Islam memang diyakini bahwa Allah SWT memberikan harta pada seluruh ummat tidak
merata. Ada yang mendapatkan harta melebihi kebutuhan hidupnya dan ada yang
sedikit dibawah jumlah kebutuhan mereka sehingga diperlukan interaksi dalam
distribusi harta. Dengan ketentuan kolektifitas yang dimiliki sistem ekonomi
Islam kelangkaan menjadi bukan masalah. “ Dan pada harta-harta mereka ada hak
untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian
(tidak meminta)” (QS. Adz-Dzariyat: 19).
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa Islam menjamin kehidupan tiap individu serta jamaah untuk tetap sebagai sebuah komunitas yang berpegang pada ketentuan yang ada. Akan tetapi apabila masyarakat berdiri di atas kesenjangan yang lebar antara individu yang lain dalam memenuhi kebutuhannya maka harus diwujudkan adanya keseimbangan antara individu dengan mengupayakan distribusi yang merata. Mekanisme kepemilikan terhadap sesuatu tidak dapat dilakukan oleh semua individu maka diperlukan sistem yang menjamin terjadinya distribusi dalam perekonomian.
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa Islam menjamin kehidupan tiap individu serta jamaah untuk tetap sebagai sebuah komunitas yang berpegang pada ketentuan yang ada. Akan tetapi apabila masyarakat berdiri di atas kesenjangan yang lebar antara individu yang lain dalam memenuhi kebutuhannya maka harus diwujudkan adanya keseimbangan antara individu dengan mengupayakan distribusi yang merata. Mekanisme kepemilikan terhadap sesuatu tidak dapat dilakukan oleh semua individu maka diperlukan sistem yang menjamin terjadinya distribusi dalam perekonomian.
Kekayaan
merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia untuk dipergunakan untuk
kebaikan. Amanah bagi seorang muslim dipahami sebagai suatu kepercayaan Allah
maka pemahaman amanah ini menjadikan seoarang muslim bersikap lebih arif dalam
mengelola kekayaannya. Oleh karenanya, kekayaan yang dimiliki seorang muslim
menjadi berkah bagi masyarakat disekitarnya. Allah berfirman:
“ Dan Allah melebihkan sebagian diantara kamu dari sebagian yang lain dalan hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang?” (Q mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.S. An-Nahl: 71).
“ Dan Allah melebihkan sebagian diantara kamu dari sebagian yang lain dalan hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang?” (Q mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.S. An-Nahl: 71).
2.7 Larangan
menumpuk kekayaan dalam islam
Islam
telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat, dan
mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Allah
berfirman:
“ Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS. Al-Hasyr: 7).
Ketika terjadi kesenjangan, negara harus memecahkannya dengan cara mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat, dengan cara memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.
Atas dasar inilah, negara harus memberikan harta, baik yang bergerak maupun yang tetap. Sebab, maksud pemberian harta tersebut bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat temporer sebagai sarana untuk memenuhi kepemilikan atas kekayaan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Apabila negara tidak mempunyai harta maka negara tidak boleh memungut harta dari hak milik rakyat. Oleh karena itu, negara tidak boleh memungut pajak dalam rangka mewujudkan keseimbangan tersebut.
Pemenuhan kebutuhan dasar dan penjaminan kelancarannya dalam perekonomian menjadi faktor penentu kestabilan ekonomi, politik dan sosial dalam kehidupan manusia. Peran pemerintah atau negara juga penting dalam memastikan kelancaran distribusi, dalam hal ini memberikan kebijakan atau instrumen dalam memastikan distribusi dapat berlangsung dan tepat sasaran.
“ Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS. Al-Hasyr: 7).
Ketika terjadi kesenjangan, negara harus memecahkannya dengan cara mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat, dengan cara memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.
Atas dasar inilah, negara harus memberikan harta, baik yang bergerak maupun yang tetap. Sebab, maksud pemberian harta tersebut bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat temporer sebagai sarana untuk memenuhi kepemilikan atas kekayaan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Apabila negara tidak mempunyai harta maka negara tidak boleh memungut harta dari hak milik rakyat. Oleh karena itu, negara tidak boleh memungut pajak dalam rangka mewujudkan keseimbangan tersebut.
Pemenuhan kebutuhan dasar dan penjaminan kelancarannya dalam perekonomian menjadi faktor penentu kestabilan ekonomi, politik dan sosial dalam kehidupan manusia. Peran pemerintah atau negara juga penting dalam memastikan kelancaran distribusi, dalam hal ini memberikan kebijakan atau instrumen dalam memastikan distribusi dapat berlangsung dan tepat sasaran.
2.8 Perbedaan
penimbunan/penumpukan,tabungan, dan investasi
Penimbunan
berarti mengumpulkan uang satu dengan uang yang lain tanpa ada kebutuhan,
dimana penimbunan tersebut akan menarik uang dari pasar. Mengumpulkan harta
semacam ini termasuk kategori tindakan yang dicela, yang pelakunya telah
diancam oleh Allah dengan adzab yang pedih. Allah SWT berfirman:
“ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih ” (QS. At-Taubah: 34).
Saving adalah menyimpan uang karena adanya kebutuhan, semisal mengumpulkan uang untuk membangun rumah, untuk menikah, membeli pabrik, membuka bisnis ataupun untuk keperluan yang lain. Bentuk pengumpulan uang semacam ini tidak akan mempengaruhi pasar, dan tidak akan mempengaruhi aktivitas perekonomian, sebab tindakan tersebut bukan merupakan tindakan menarik uang, namun hanya mengumpulkan uang untuk dibelanjakan, dimana uang – yang dikumpulkan – tersebut akan beredar kembali ketika dibelanjakan pada objek pembelanjaannya.
Investasi adalah harta seseorang yang jumlahnya dapat berkurang atau bertambah yang diputarkan atau ditanamkan dalam berbagai usaha. Tabungan dan investasi perbedaannya dapat dilihat dari sifat likuidnya. Tabungan cenderung sangat likuid sedangkan investasi relatif tidk likuid.
“ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih ” (QS. At-Taubah: 34).
Saving adalah menyimpan uang karena adanya kebutuhan, semisal mengumpulkan uang untuk membangun rumah, untuk menikah, membeli pabrik, membuka bisnis ataupun untuk keperluan yang lain. Bentuk pengumpulan uang semacam ini tidak akan mempengaruhi pasar, dan tidak akan mempengaruhi aktivitas perekonomian, sebab tindakan tersebut bukan merupakan tindakan menarik uang, namun hanya mengumpulkan uang untuk dibelanjakan, dimana uang – yang dikumpulkan – tersebut akan beredar kembali ketika dibelanjakan pada objek pembelanjaannya.
Investasi adalah harta seseorang yang jumlahnya dapat berkurang atau bertambah yang diputarkan atau ditanamkan dalam berbagai usaha. Tabungan dan investasi perbedaannya dapat dilihat dari sifat likuidnya. Tabungan cenderung sangat likuid sedangkan investasi relatif tidk likuid.
Bab
III
Kesimpulan
1.
Distribusi pendapatan dalam islam yang
dijadikan batasan kebutuhan adalah maqasidul Syar’i: agama, diri/personal,
akal, keturunan dan harta.
2.
Kebijakan distribusi yang ditawarkan
ekonomi Islam dengan tidak berpihak hanya pada salah satu agen ekonomi, dan
diperkuat dengan prinsip-prinsip yang jelas memberikan arahan bahwa keadilan
ekonomi harus ditegakkan. Namun menciptakan keadilan ekonomi akan sulit terwujud
jika tidak melibatkan peran institusi yang ada seperti halnya pemerintah dan
masyarakat. Oleh sebab itu, peran kedua instrumen tersebut sangat dibutuhkan,
karena kebijakan distribusi akan
teraplikasikan dengan baik ketika kedua institusi yang ada berkerja
teraplikasikan dengan baik ketika kedua institusi yang ada berkerja
3.
Dalam Islam keadilan distribusi dan redistribusi diatur dalam khazanah
fiqih/hukum Islam yang sebenarnya cukup luarbiasa. Namun sayangnya kadangkala
akses ke sana sulit dan komitmen dan political will untuk mengejewantahkannya
masih belum kuat.
4.
Islam mengakui kehidupan individu dan
masyarakat saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan
menjadi faktor yang dominan dalam membentuk sikap individu sehingga karakter
individu banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat.
Bab
IV
Daftar
Pustaka
Ash
Shadr, Muhammad Baqir. Buku Induk Ekonomi Islam. Jakarta:
Zahra, 2008).
Heri
sudarsono, Ekonisia (2004), Konsep Ekonomi islam : suatu pengantar, yogyakarta.
Manan,
M. Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Prakktek, (terjemahan). Yogyakarta:
PT. Dana Bakti Wakaf, 1993.
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam
Perespektif Islam.Yogyakarta: BPFE,2004.
Nasution,
Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam,Kencana Predana Media Group, Jakarta,2006.
Richard G. Lipsey dan
peter O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: PT. Bina Aksara,1985.
Soeharno,Teori Mikro Ekonomi,2006. CV.Andi Offset
Surakarta..
Sukirno
Sadono,Mikroekonomi teori pengantar.2013.persada.Jakarta.
Qardhawi,
Yusuf. Norma Dan Etika Ekonomi Islam,
Gema Insani Perss, 1995.
Langganan:
Postingan (Atom)